Monitorday.com – Jika ada dua kata yang paling tepat menggambarkan Imam Muslim bin Al-Hajjaj, maka itu adalah ketelitian dan amanah. Ia bukan sekadar ahli hadis, tetapi penjaga keaslian sabda Nabi ﷺ yang bekerja dengan disiplin, kehati-hatian, dan rasa tanggung jawab luar biasa.
Sejak muda, Imam Muslim sudah dikenal sebagai murid yang cermat dan tidak tergesa-gesa dalam menerima hadis. Ia belajar dari para guru besar seperti Imam Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, dan tentu saja Imam Al-Bukhari — sang guru yang sangat ia hormati. Dari merekalah ia belajar bahwa ilmu hadis bukan hanya hafalan, tetapi amanah besar yang harus dijaga dari kesalahan dan kebohongan.
Imam Muslim memiliki standar yang sangat ketat dalam menilai keaslian hadis. Ia hanya menerima hadis dari perawi yang benar-benar dikenal jujur, kuat hafalannya, dan memiliki hubungan langsung (sama-sama hidup dan pernah bertemu) dengan gurunya dalam sanad. Jika ada satu saja keraguan, hadis itu tidak dimasukkan dalam kitabnya.
Ia berkata,
> “Aku tidak akan meriwayatkan hadis dari seseorang yang tidak dikenal adil dan terpercaya dalam agama serta hafalannya.”
Selama lebih dari 15 tahun, Imam Muslim mengumpulkan, meneliti, dan menyeleksi hadis dari lebih 300.000 riwayat yang ia hafal. Dari jumlah itu, hanya sekitar 4.000 hadis sahih yang ia masukkan ke dalam kitabnya yang terkenal, “Al-Jami’ Ash-Shahih” (Shahih Muslim).
Dalam penyusunannya, Imam Muslim menampilkan metode ilmiah yang mengagumkan. Ia tidak hanya mencantumkan hadis-hadis sahih, tapi juga menyusun bab-bab tematik dengan urutan yang logis dan mudah dipahami. Misalnya, hadis tentang keimanan, ibadah, muamalah, hingga akhlak — semuanya tersusun rapi dan lengkap dengan perbandingan berbagai sanad yang saling menguatkan.
Yang membedakan Imam Muslim dengan para ulama lainnya adalah komitmen spiritualnya. Ia tidak menulis satu hadis pun kecuali dalam keadaan suci, berwudhu, dan hati yang tenang. Ia memuliakan hadis Nabi ﷺ sebagaimana ia memuliakan Nabi sendiri. Ketika diminta untuk mempercepat penulisan, beliau menjawab,
> “Aku tidak menulis kata-kata Rasulullah ﷺ kecuali dengan kehati-hatian yang layak bagi kemuliaannya.”
Kejujuran dan amanah Imam Muslim membuat para ulama menghormatinya. Imam An-Nawawi, dalam syarahnya terhadap Shahih Muslim, menyebut bahwa karya itu adalah “kitab yang hampir mencapai derajat Shahih Al-Bukhari dalam keautentikan, dan bahkan lebih baik dalam ketertiban.”
Selain karya ilmiahnya, Imam Muslim juga memberi teladan besar dalam akhlak. Ia tidak pernah menjelekkan ulama lain, meskipun berbeda pendapat. Ketika Imam Al-Bukhari difitnah, ia tetap berdiri di pihak gurunya dengan penuh hormat dan kesetiaan.
Sikap amanah inilah yang membuat Allah menjaga namanya hingga kini. Di seluruh dunia, dari masjid hingga universitas Islam, hadis-hadis dari Shahih Muslim terus dibacakan, diteliti, dan diamalkan oleh jutaan umat.
Ketelitian dan amanah Imam Muslim mengajarkan kita bahwa menjaga ilmu agama bukan sekadar kecerdasan, tapi juga kejujuran dan rasa takut kepada Allah. Ia adalah simbol ulama sejati — yang bekerja dalam diam, tapi meninggalkan warisan yang tak lekang oleh zaman.
