Ketika kita bicara tentang ketelitian, kesungguhan, dan kejujuran dalam ilmu, maka nama Imam Al-Bukhari menempati posisi tertinggi. Ia bukan hanya ahli hadis biasa, tapi seorang ilmuwan besar yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk meneliti, memverifikasi, dan menyusun sabda-sabda Rasulullah ﷺ dengan standar keilmuan yang luar biasa ketat.
Imam Al-Bukhari lahir di Bukhara tahun 194 Hijriah (810 M). Sejak kecil, ia dikenal memiliki daya ingat yang tajam dan semangat belajar yang tidak pernah padam. Ia mulai menulis hadis pada usia 16 tahun dan sejak itu, waktunya dihabiskan sepenuhnya untuk ilmu. Ia tidur hanya sedikit, dan mengisi sisa malamnya dengan menulis, menghafal, serta meneliti sanad hadis.
Dalam proses meneliti hadis, Imam Al-Bukhari dikenal sangat ketat dalam menyeleksi perawi. Ia tidak hanya melihat apakah seseorang hafal hadis, tetapi juga memperhatikan akhlak, kejujuran, dan hubungan guru-muridnya. Jika seorang perawi tidak pernah bertemu langsung dengan gurunya, maka hadisnya dianggap terputus dan tidak sahih.
Ketekunannya bahkan menjadi legenda. Diceritakan bahwa Imam Al-Bukhari menulis kitab Shahih-nya selama 16 tahun, dan setiap kali hendak mencatat satu hadis ke dalam kitab tersebut, ia terlebih dahulu berwudhu dan shalat dua rakaat. Ia tidak ingin menulis sesuatu yang berhubungan dengan Rasulullah ﷺ kecuali dalam keadaan suci dan penuh hormat.
Total, ia menyeleksi lebih dari 600.000 hadis, namun hanya sekitar 7.000 hadis (termasuk pengulangan) yang ia anggap memenuhi standar sahih tertinggi. Ketelitian ini menjadikan Shahih Al-Bukhari sebagai karya ilmiah paling terjaga sepanjang sejarah Islam.
Namun di balik kehebatannya, Imam Al-Bukhari juga dikenal sangat ikhlas dan rendah hati. Ia tidak pernah menggunakan ilmunya untuk mencari kedudukan atau kekayaan. Ia menolak hadiah dari penguasa dan hidup sederhana. Ia sering berkata,
“Aku menulis kitab ini di antara kubur Rasulullah ﷺ dan mimbar beliau. Aku tidak menulis satu hadis pun kecuali setelah memohon petunjuk dari Allah.”
Keikhlasannya membuat ilmunya diberkahi hingga ratusan tahun setelah wafatnya. Umat Islam di seluruh dunia masih mempelajari hadis dari Shahih Al-Bukhari, dan setiap kali kitab itu dibaca, pahala terus mengalir untuknya.
Dalam kehidupan sehari-hari, Imam Al-Bukhari juga menunjukkan keteladanan luar biasa. Ia lembut dalam berbicara, menjaga pandangan, dan tidak pernah membalas keburukan dengan keburukan. Ketika difitnah oleh sebagian ulama karena kecemburuan ilmiah, ia tidak membalas dengan kata kasar, melainkan memilih diam dan memohon ampunan untuk mereka.
Ketekunan dan keikhlasan Imam Al-Bukhari mengajarkan bahwa ilmu sejati hanya akan hidup bila disertai niat yang murni. Ia tidak mencari popularitas, tapi ridha Allah. Dan justru karena itu, namanya abadi dalam sejarah — menjadi simbol ilmu yang bersih dari kepentingan dunia.
Dari Imam Al-Bukhari, kita belajar bahwa menjaga ilmu adalah menjaga kehormatan Nabi ﷺ. Dan barang siapa menjaga sunnah dengan tulus seperti beliau, maka Allah akan menjaga namanya selamanya.
