Warisan Ilmu Imam Ibnu Majah dan Peran Besar Sunan-nya bagi Studi Hadis

Warisan keilmuan Imam Ibnu Majah merupakan salah satu pilar penting dalam sejarah hadis Islam. Melalui karyanya, Sunan Ibnu Majah, ia tidak hanya memperkaya khazanah hadis, tetapi juga melengkapi lima kitab besar lainnya sehingga terbentuklah enam kitab hadis utama (Kutubus Sittah) yang menjadi rujukan umat Islam hingga hari ini.

Imam Ibnu Majah lahir di Qazwin, Persia, pada tahun 209 Hijriah (824 M) dan wafat pada tahun 273 Hijriah (887 M). Dalam rentang hidupnya, ia menempuh perjalanan panjang menuntut ilmu ke berbagai negeri Islam, berguru kepada ulama besar di Irak, Syam, Hijaz, dan Mesir. Dari perjalanan itulah ia mengumpulkan ribuan hadis yang kelak menjadi dasar karyanya yang monumental.

Kitab Sunan Ibnu Majah berisi sekitar 4.341 hadis yang disusun secara tematik, mencakup bab-bab fikih mulai dari bersuci, shalat, zakat, hingga adab dan akhlak. Namun yang menjadikan kitab ini sangat istimewa adalah adanya hadis-hadis tambahan (zawā’id) yang tidak ditemukan dalam lima kitab hadis sebelumnya. Tambahan ini menjadikan Sunan Ibnu Majah sebagai pelengkap sempurna Kutubus Sittah.

Ulama besar seperti Ibnu Hajar Al-Asqalani, An-Nawawi, dan Adz-Dzahabi mengakui nilai keilmuan kitab ini. Meskipun di dalamnya terdapat beberapa hadis dengan sanad lemah, para ulama tetap menilai karya ini sangat berharga karena banyak memuat hadis-hadis penting yang hanya diriwayatkan oleh Ibnu Majah.

Selain itu, Sunan Ibnu Majah juga berperan besar dalam perkembangan ilmu hadis dan fikih. Susunannya yang rapi dan tematik memudahkan para fuqaha (ahli hukum Islam) dalam merujuk hadis untuk menetapkan hukum syariah. Para penafsir dan ahli sejarah pun memanfaatkan kitab ini untuk memperluas kajian tentang konteks sosial dan historis hadis Nabi ﷺ.

Warisan lain dari Imam Ibnu Majah adalah metodenya yang ilmiah dan jujur. Ia tidak menyembunyikan kelemahan suatu riwayat dan tidak berusaha mempercantik sanad untuk menarik perhatian. Ia menulis apa adanya — menunjukkan ketulusan dan kejujuran yang menjadi teladan bagi para peneliti hadis sepanjang zaman.

Keikhlasan itulah yang membuat ilmunya diberkahi. Meski hidup sederhana di kota kecil Qazwin, namanya kini dikenal di seluruh dunia Islam. Setiap kali hadis dari Sunan Ibnu Majah dibacakan di pesantren, universitas, atau majelis ilmu, pahala itu terus mengalir kepadanya.

Kitabnya juga menginspirasi banyak karya setelahnya, seperti Bulughul Maram karya Ibnu Hajar dan Riyadhus Shalihin karya An-Nawawi. Bahkan, banyak ulama modern menjadikan Sunan Ibnu Majah sebagai sumber penelitian utama dalam studi hadis komparatif.

Warisan Imam Ibnu Majah bukan sekadar kitab, tapi juga semangat keilmuan yang jujur, terbuka, dan berani. Ia menunjukkan bahwa menjadi ulama sejati berarti menulis bukan untuk dipuji manusia, tetapi untuk menjaga amanah Rasulullah ﷺ agar tetap hidup di hati umat.

Kini, lebih dari seribu tahun setelah wafatnya, Sunan Ibnu Majah tetap menjadi cahaya ilmu. Melalui karyanya, Imam Ibnu Majah mengajarkan kita bahwa ilmu yang ditulis dengan keikhlasan akan abadi, sementara ketulusan seorang ulama adalah warisan paling berharga bagi dunia.

0
Show Comments (0) Hide Comments (0)
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments