Ruang Sujud

Ciri Ulama Akhirat Menurut Imam Al-Ghazali

RuangSujud.com – Dalam samudra ilmu yang luas, siapa sesungguhnya yang layak disebut pewaris para Nabi? Hujjatul Islam Imam Abu Hamid Al-Ghazali, seorang ulama besar yang namanya harum hingga kini, telah membimbing kita untuk menelusuri jawabannya. Melalui karya agungnya, Ihya’ ‘Ulumiddin, beliau menyaring mutiara hikmah dari lima ayat Kitabullah, memaparkan lima akhlak mulia yang menjadi penanda ‘ulama’ akhirat, bukan sekadar mereka yang berlimpah pengetahuan, namun juga yang memiliki kedalaman hati dan kemuliaan budi pekerti. Mari kita selami lima ciri agung ini, sebagai cerminan bagi setiap jiwa yang merindukan keberkahan ilmu dan kedekatan dengan Sang Pencipta.

Ciri pertama adalah *khasyyah*, rasa takut yang mendalam kepada Allah, bukan karena gentar akan siksa semata, melainkan karena pengenalan yang sempurna akan keagungan, kekuasaan, dan sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Sebagaimana firman-Nya dalam Surah Fathir ayat 28, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ‘ulama’.” Rasa takut inilah yang melahirkan *khusyu’*, sebuah ketenangan hati dan ketundukan diri kepada Allah, memancar dari lubuk jiwa yang bersih. Ilmu yang bermanfaat, sebagaimana ditegaskan, akan selalu menghadirkan kekhusyu’an. Jika kekhusyu’an berkurang, berarti ilmu yang dimiliki belum sepenuhnya meresap dan menuntun pada keberkahan.

Berikutnya adalah *tawadhu’*, kerendahhatian yang menjadi mahkota para Nabi dan hamba-hamba pilihan-Nya. Ia adalah sifat yang memuliakan, menundukkan ego, dan membuka pintu hati untuk menerima kebenaran. Berbeda dengan kesombongan Iblis yang terlaknat, tawadhu’ laksana air yang mengalir ke tempat yang rendah, mengisi wadah-wadah yang kosong dengan ilmu dan hikmah. Hati yang diliputi kesombongan ibarat gunung tinggi yang tak mampu menampung air, maka demikianlah ilmu takkan bersemayam di dalamnya.

Kemudian, *husnul khuluq*, akhlak yang mulia, adalah cerminan cahaya Islam yang paling terang. Rasulullah ﷺ adalah teladan sempurna dalam kelembutan dan kasih sayang, sebagaimana Allah firmankan dalam Surah Ali ‘Imran ayat 159. Sikap lemah lembut, santun, dan pemaaf adalah magnet yang menarik hati manusia menuju kebaikan. Sebaliknya, kekasaran dan ketegaran hati seorang yang berilmu hanya akan menjauhkan orang dari hidayah, menutup akses pada pencerahan, dan bahkan bisa menyerupai tindakan mereka yang gemar memalingkan manusia dari agama Allah.

Terakhir adalah *zuhud*, yaitu mendahulukan akhirat di atas gemerlap dunia. Zuhud bukanlah berarti meninggalkan dunia sepenuhnya, melainkan menempatkan nilai-nilai akhirat di atas segala kemegahan fana. Seperti yang diabadikan dalam Surah Al-Qashash ayat 80, di mana para ulama mengingatkan kaumnya yang terbuai kekayaan Qarun, bahwa pahala di sisi Allah jauh lebih baik bagi orang-orang beriman dan beramal shalih. Ini adalah hikmah mendalam yang membebaskan hati dari belenggu materi, mengarahkan pandangan pada keabadian yang hakiki.

Demikianlah lima pilar akhlak yang digariskan oleh Imam Al-Ghazali sebagai ciri sejati para ulama akhirat. Ini bukan hanya daftar sifat, melainkan sebuah peta jalan menuju kesempurnaan spiritual dan keilmuan yang bermanfaat. Bagi kita yang haus akan ilmu dan kebenaran, mari merenungi dan meneladani kelima akhlak ini. Apakah *khasyyah*, *khusyu’*, *tawadhu’*, *husnul khuluq*, dan *zuhud* telah bersemayam dalam diri kita? Semoga Allah membimbing kita untuk senantiasa menapaki jejak para ulama salaf, mewujudkan ajaran mulia ini dalam setiap langkah kehidupan.

Exit mobile version