Monitorday.com – Nama Imam Muslim bin Al-Hajjaj selalu disebut berdampingan dengan Imam Al-Bukhari sebagai dua raksasa ilmu hadis dalam sejarah Islam. Ia adalah sosok ulama besar yang Allah pilih untuk menjaga kemurnian sabda Rasulullah ﷺ. Karyanya yang monumental, Shahih Muslim, menjadi kitab hadis paling sahih kedua setelah Shahih Al-Bukhari dan tetap menjadi rujukan utama umat Islam hingga hari ini.
Imam Muslim lahir di Nishapur, Persia (Iran sekarang) pada tahun 204 Hijriah (819 M), tahun wafatnya Imam Asy-Syafi’i. Sejak muda, ia dikenal memiliki kecerdasan dan daya hafal luar biasa. Ayahnya adalah seorang yang saleh, dan keluarga besarnya hidup dalam suasana ilmu dan ibadah. Tak heran jika kecintaan kepada hadis tumbuh kuat di hatinya sejak kecil.
Ia mulai belajar hadis di kota kelahirannya sebelum akhirnya memutuskan melakukan rihlah ilmiah — perjalanan mencari ilmu — ke berbagai negeri. Ia menuntut ilmu di Hijaz, Irak, Syam, Mesir, dan Khurasan, berguru kepada ulama besar seperti Yahya bin Ma’in, Ahmad bin Hanbal, Qutaibah bin Sa’id, dan terutama Imam Al-Bukhari, yang kelak menjadi gurunya sekaligus sahabat dekatnya.
Hubungan Imam Muslim dengan Imam Al-Bukhari sangat erat. Ia begitu mengagumi ketelitian gurunya itu, hingga selalu mengikuti majelisnya dengan penuh hormat. Ketika mendengar Al-Bukhari berbicara tentang perawi hadis atau menjelaskan sanad, Imam Muslim mencatat dengan hati-hati dan tidak pernah beranjak sebelum memahaminya sepenuhnya. Ia pernah berkata,
> “Tidak ada di muka bumi ini orang seperti Muhammad bin Ismail (Al-Bukhari).”
Imam Muslim dikenal sangat jujur, teliti, dan berprinsip dalam meneliti hadis. Ia menolak meriwayatkan hadis dari orang yang diragukan integritasnya, bahkan jika hanya satu kesalahan kecil dalam perilaku. Ketika ditanya mengapa ia begitu hati-hati, beliau menjawab,
> “Aku lebih suka tertinggal dari seribu hadis sahih daripada meriwayatkan satu hadis yang tidak jelas sumbernya.”
Sikap itu menunjukkan betapa tinggi rasa tanggung jawab Imam Muslim dalam menjaga agama. Ia tidak hanya menulis hadis, tapi juga memelihara kehormatan Rasulullah ﷺ dengan menolak mencampurinya dengan kebohongan atau keraguan.
Dari perjalanan panjangnya itu, Imam Muslim kemudian menyusun kitab Al-Jami’ Ash-Shahih, yang kelak dikenal sebagai Shahih Muslim. Ia menyusunnya dengan sistematika yang sangat rapi — tiap bab tersusun berdasarkan tema, dan setiap hadis disertai sanad yang jelas. Inilah yang membuat kitabnya menjadi mudah dipahami dan sangat dihormati oleh para ulama.
Keilmuannya tidak menjadikannya sombong. Imam Muslim hidup sederhana, rendah hati, dan jauh dari ambisi dunia. Ia menolak kedudukan, tidak mencari pujian, dan hanya berfokus pada ilmunya. Ketika ia wafat di Nishapur pada tahun 261 Hijriah (875 M), umat Islam kehilangan salah satu penjaga teragung sunnah Nabi ﷺ.
Imam Muslim bin Al-Hajjaj adalah bukti bahwa ilmu yang dijaga dengan amanah dan keikhlasan akan bertahan selamanya. Ia tidak mengejar nama besar, tapi Allah-lah yang mengangkat derajatnya di dunia dan akhirat.
