RuangSujud.com – Di antara hiruk-pikuk siang dan gemerlap malam, terhampar sebuah waktu yang seringkali luput dari perhatian kita, padahal padanya tersimpan rahasia keberkahan dan kedekatan istimewa dengan Sang Pencipta. Waktu itu adalah malam, dan ibadah di dalamnya dikenal dengan Qiyamullail. Terlebih di bulan penuh rahmat seperti Ramadhan, seruan untuk menghidupkan malam ini menggema dari mimbar para da’i dan ulama. Namun, sudahkah kita benar-benar memahami hakikat agung dari Qiyamullail ini, serta perbedaannya dengan shalat Tahajud yang sering kita dengar?
Secara sederhana, Qiyamullail dapat diartikan sebagai upaya menghidupkan sebagian besar malam dengan beragam bentuk ibadah. Ia merupakan payung besar yang mencakup setiap detik pengabdian hamba di kala sunyi. Sementara itu, shalat Tahajud adalah bagian istimewa dari Qiyamullail, merujuk pada shalat sunah yang dilaksanakan setelah seseorang bangun dari tidur, meskipun tidur hanya sejenak. Jadi, jika Tahajud adalah shalat spesifik setelah rehat malam, maka Qiyamullail lebih luas cakupannya; ia bisa berupa munajat, tilawah Al-Quran, berzikir, merenung, hingga shalat sunah lainnya yang menghiasi sepi malam.
Keutamaan Qiyamullail, termasuk di dalamnya shalat Tahajud, bukanlah sekadar anjuran biasa, melainkan sunah muakkad yang sangat ditekankan dalam ajaran Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri berfirman dalam Surah Al-Muzammil ayat 1-6, menyeru Rasulullah ﷺ untuk mendirikan shalat malam: “Wahai orang yang berselimut! Bangunlah (untuk shalat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil darinya. Yaitu separuhnya atau kurangi dari itu sedikit, atau lebih dari (separuh) itu. Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan tartil. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. Sungguh, bangun malam itu lebih menguatkan (jiwa) dan lebih mantap ucapannya.” Ayat ini jelas mengisyaratkan betapa dalamnya makna dan pengaruh ibadah di waktu malam bagi jiwa seorang mukmin.
Meski berat tantangannya, karena seringkali rasa kantuk dan nyaman selimut menjadi penghalang, ganjaran Qiyamullail sungguh tak ternilai. Pertama, ia adalah ibadah yang paling ikhlas dan jauh dari riya’, sebab hanya kita dan Allah yang menjadi saksi atas kekhusyukannya. Kedua, Allah menjanjikan pengangkatan derajat bagi hamba yang menghidupkan malamnya, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Isra ayat 79, “…mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” Sebuah kemuliaan yang tak bisa ditukar dengan apapun.
Selain itu, sepertiga malam terakhir merupakan waktu emas yang sangat mustajab untuk berdoa. Pada saat itu, Allah Ta’ala turun ke langit dunia dan berfirman, “Siapakah yang berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberikannya. Siapa yang memohon ampun kepada-Ku, maka akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari-Muslim). Ini adalah kesempatan emas bagi setiap hamba untuk menyampaikan segala hajat dan taubat. Bahkan, kebaikan Qiyamullail ini digambarkan oleh Rasulullah ﷺ sebagai amalan yang dapat memasukkan seseorang ke surga dan menjauhkannya dari neraka, serta disifati sebagai ciri dari ‘sebaik-baik lelaki’, sebagaimana kisah Abdullah bin Umar yang setelah mendengar sabda Nabi ﷺ tak pernah lagi tidur kecuali sebentar di malam hari.
Sungguh, Qiyamullail adalah sebuah permata ibadah yang menyimpan keutamaan dan keberkahan berlimpah. Ia bukan hanya sekadar ritual, melainkan jembatan spiritual yang menghubungkan hati hamba dengan Tuhannya di waktu yang paling sunyi. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menganugerahkan kepada kita kekuatan dan keistiqomahan untuk menghidupkan malam-malam kita dengan Qiyamullail, meraih cahaya keberkahan dan kedekatan yang hakiki. Wallahu a’lam bisshawab.
